Sabtu, 08 November 2014

Negeri di Ujung Tanduk



Oh bukan, postingan kali ini bukan tulisan saya.
Tulisan ini lahir dari otak brilian seorang anak kecil yang baru saja memasuki usia yang orang-orang bilang penuh bunga, Sweet Seventeen. 
(Semoga ABG yang satu ini tidak labil, alay, cucok rempong, ataupun yang suka ikut-ikutan gaya Syahrini. Maju mundur cantiiiikk...) 
Seorang anak kemarin sore yang peduli sekali dengan negerinya, bahkan lebih peduli dari orang-orang hebat yang tempo hari tawuran saat sidang di forum DPR.
(Saya mohon jangan anggap saya sudah tua hanya karena saya sebutkan anak ini masih kecil, anak  baru kemarin sore. Dia sendiri yang mendeskripsikan dirinya seperti itu, apa boleh buat. Sungguh, saya juga masih muda)

Tulisan ini diposting di akun Facebooknya, Atika Lamiis, tanggal 30 Oktober 2014 pukul 20.11 WIB. Sangat berkesan, setelah saya membaca tulisan ini, saya cuma pengin bilang "keren anak muda!"



*Negeri di Ujung Tanduk


Tidak, tulisan ini bukanlah review dari novel Negeri di Uung Tanduk karya Tere Liye. Tapi ini adalah tentang Negeriku yang kini benar-benar berada di ujung tanduk. Hanya sebuah kekecewaan kecil dari seorang anak bangsa. Jika kalian bersedia mendengarkannya, dengarkanlah.



Apa yang terjadi pada negeriku?

Wahai para pemimpin dan wakil bangsaku! Ada apa dengan kalian?

Aduh, apa pula yang kalian perebutkan? Kekuasaan? Sebuah bangku? Atau mungkin, kalian bertengkar karena tidak kebagian permen?



Sudahlah, hentikan pertengkaran kalian! Jujur aku tidak mengerti alasan kenapa kalian bertengkar. Aku tidak terlalu mengerti apa yang kalian bahas, seperti yang terlihat di berbagai siaran televisi itu. Aku tidak akan mencampuri urusan orang dewasa. Bukankah anak kecil tidak boleh mencampuri urusan orang tua?

Tapi bisakah kalian berhenti bertengkar? Pecah menjadi beberapa geng? Ayolah, apa pula ini? Kami saja yang anak kecil kalau bertengkar cepat sekali berdamainya.



Aku bukan seorang anak sok pintar yang mengerti politik dan urusan negara. Aku hanya seorang anak kemarin sore yang terlalu bosan melihat para wakil negaranya bertengkar. Bosan sekali, sungguh. Rasanya ingin berteriak di depan wajah kalian semua dan mengatakan langsung kalau aku bosan melihat kalian bertengkar. Malu tau!

Karena itu dengarkanlah anak kecil ini. Hentikanlah omong kosong dan pertengkaran kalian. Apa perlu aku belikan permen?



Aku mengatakan ini bukan karena aku benci dengan para wakil negeriku ini. Bukan pula ingin mencaci maki. Hanya ungkapan kekecewaan. Kalian orang hebat, mungkin hanya sedikit kekanakan.

Sungguh karena aku cinta dengan negeri ini aku kecewa. Takut sekali jika terus seperti ini, maka negeri kita bagaikan telur yang berada di ujung tanduk, menunggu jatuh saja. Kemudian PECAH.